Dua Kumpulan Sajak Ready Susanto (Versi Blog)

Monday, March 5, 2007

KINTAMANI, KINTAMANI

mengapa justru di sini
kurasa Kau begitu dekat

lebih dari urat leherku

sendiri


barangkali karena

Kau tiupkan angin tajam yang mendesir itu

atau karena

Kau hamparkan air yang membiru,

bukit yang menghijau, pelangi yang melintang di

cakrawala

: Kau bisikkan cinta-Mu


mengapa justru di tanah ini

kurasa Kau menjadi dekat

lebih dari yang pernah bisa aku duga


Kintamani, 16-06-89





KACA JENDELA KAMPUS

kaca jendela kampusku
sudah lama penuh debu

aku di situ saja menatap

ke bawah

dan orang-orang lalu lalang tanpa diminta

cuma kabur dan tak begitu jelas lagi


kaca jendela kampusku

penuh debu

sudah lama sekali


Bandung, 14-02-90




TENTANG IBU

yang kudengar tiba-tiba
ada yang berkata sudah waktunya engkau tidur

malam sudah larut

suara teve jauh dan elusan tangan ibu

besok sekolah, sayang

dan doa semoga bukan malinkundang yang jadi batu


sia-sia saja mengingat

doa yang lamat-lamat

suatu saat pernah kudengar ibu mengucapkannya

menjelang lelap

: dan semoga tak jadi orang-orang yang lupa


sia-sia saja!


Bandung, 02-90





BUKU HARIAN
— bagi Nenek

yang kutulis cuma suasana

bukan cerita atau

dongeng nenek suatu ketika

waktu aku enggan dininabobo

oleh waktu dan langit yang gelap


suatu ketika, aku tahu

nenek bukan apa-apa

selain masa lalu yang seperti ku kini

adalah masa lalu esok harinya


yang kucatat cuma suasana

bukan keindahan kanak-kanak

romansa masa remaja

atau khayalan-khayalan dalam kepala


barangkali yang mengerti cuma esok hari

seperti dongeng nenek yang kukenang kini


Bandung, 02-90




LANGIT KACA-KACA

langit jadi kaca-kaca
aku ingin memamah rembulan

entah di persimpangan mana

kurasa kita pernah berjumpa

mengunyah batang-batang rumput yang

terasa manisnya hingga kini


padahal telah kujumpai ribuan tikungan

jalan-jalan tanpa perhentian

taman-taman di sisinya

tapi tak ada lagi

kesegaran batang rerumputan


orang mencoba menanami

mengharapkan sebuah dunia dengan hutan-hutan

yang subur

dan cerita burung-burung bernyanyi

bukan dongeng belaka

untuk diwariskan dalam buku-buku

disket, dan rekaman pita video

tapi mimpiku kemarin, cuma langit kaca-kaca

memantulkan sinar panas

aku haus, kehilangan kekasih dan kenangan di satu hari


khayalku lagi-lagi langit dari kaca

panasnya membara, hijau tak ada

asap menyesakkan dada

kekasih dan kenangan sirna!


Bandung, 26-06-90




HUJAN PERTAMA

menangkap getaran hujan pertama

bumiku luluh dalam cinta

bau tanah basah

dan cerita kecil masa bocah

bermain dalam hujan

kesegaran yang tak pernah

— atau tak mungkin lagi

kini dipunyai


makin dewasa kini

cerita kecil masa kecil

cuma bayang manis

semoga masih diceritakan kelak

pada anak dan cucu


berjalan dalam hujan pertama

aku mengalir dalam udara

cerah matahari dan daun-daun

bergetaran

di bingkai jendela

kulupakan berita dunia di lembaran warta

dan layar kaca


hujan

baru tiba sesaat tadi

tanah basah dan debu-debu kembali

ke asalnya:

Tuhan beserta semua


Anyer, 10-90




PERCAKAPAN DENGAN BURUNG
— Nyanyian bagi pepohonan Jl. Dago

ingin kuucap selamat tinggal

pada pohon-pohon

tapi burung-burung lebih bisa

merasakan kedukaan darah

yang merebak dari kulitnya yang tua


kita tak pernah kehilangan suasana

(bisa diciptakan kehijauan plastik

udara pegunungan,

suara serangga, dan kicauan burung)


kita tak pasti, juga ketika menyaksikan kesibukan pagi-pagi

burung-burung itu masih saja bernyanyi

“rumah kami lagi-lagi ditebangi

benarkah kami yang mesti pergi?”

(barangkali begitulah bunyi nyanyiannya)


hendak kukatakan pada burung-burung

: kami tak mengusir, saudaraku

rumah kian sempit

anak-anak bertambah, harta makin melimpah

keleluasaan sudah tak ada


(seperti mimpi, kita bayangkan pohon-pohon

dan kegagahan ranting-rantingnya)


tak begitu yakin, burung-burung itu masih juga

bernyanyi

“tapi kita tetap bersaudara,

seperti saat kapal Nuh mulai berlayar

dan kita, bersama-sama di dalamnya”


ingin sekali kujanjikan, saudaraku

tapi burung-burung telah jauh terbangnya

entah di mana kini rumahnya


Bandung, 90

No comments: