KINTAMANI, KINTAMANI
mengapa justru di sini
kurasa Kau begitu dekat
lebih dari urat leherku
sendiri
barangkali karena
Kau tiupkan angin tajam yang mendesir itu
atau karena
Kau hamparkan air yang membiru,
bukit yang menghijau, pelangi yang melintang di
cakrawala
: Kau bisikkan cinta-Mu
mengapa justru di tanah ini
kurasa Kau menjadi dekat
lebih dari yang pernah bisa aku duga
Kintamani, 16-06-89
KACA JENDELA KAMPUS
kaca jendela kampusku
sudah lama penuh debu
aku di situ saja menatap
ke bawah
dan orang-orang lalu lalang tanpa diminta
cuma kabur dan tak begitu jelas lagi
kaca jendela kampusku
penuh debu
sudah lama sekali
Bandung, 14-02-90
TENTANG IBU
yang kudengar tiba-tiba
ada yang berkata sudah waktunya engkau tidur
malam sudah larut
suara teve jauh dan elusan tangan ibu
besok sekolah, sayang
dan doa semoga bukan malinkundang yang jadi batu
sia-sia saja mengingat
doa yang lamat-lamat
suatu saat pernah kudengar ibu mengucapkannya
menjelang lelap
: dan semoga tak jadi orang-orang yang lupa
sia-sia saja!
Bandung, 02-90
BUKU HARIAN
— bagi Nenek
yang kutulis cuma suasana
bukan cerita atau
dongeng nenek suatu ketika
waktu aku enggan dininabobo
oleh waktu dan langit yang gelap
suatu ketika, aku tahu
nenek bukan apa-apa
selain masa lalu yang seperti ku kini
adalah masa lalu esok harinya
yang kucatat cuma suasana
bukan keindahan kanak-kanak
romansa masa remaja
atau khayalan-khayalan dalam kepala
barangkali yang mengerti cuma esok hari
seperti dongeng nenek yang kukenang kini
Bandung, 02-90
LANGIT KACA-KACA
langit jadi kaca-kaca
aku ingin memamah rembulan
entah di persimpangan mana
kurasa kita pernah berjumpa
mengunyah batang-batang rumput yang
terasa manisnya hingga kini
padahal telah kujumpai ribuan tikungan
jalan-jalan tanpa perhentian
taman-taman di sisinya
tapi tak ada lagi
kesegaran batang rerumputan
orang mencoba menanami
mengharapkan sebuah dunia dengan hutan-hutan
yang subur
dan cerita burung-burung bernyanyi
bukan dongeng belaka
untuk diwariskan dalam buku-buku
disket, dan rekaman pita video
tapi mimpiku kemarin, cuma langit kaca-kaca
memantulkan sinar panas
aku haus, kehilangan kekasih dan kenangan di satu hari
khayalku lagi-lagi langit dari kaca
panasnya membara, hijau tak ada
asap menyesakkan dada
kekasih dan kenangan sirna!
Bandung, 26-06-90
HUJAN PERTAMA
menangkap getaran hujan pertama
bumiku luluh dalam cinta
bau tanah basah
dan cerita kecil masa bocah
bermain dalam hujan
kesegaran yang tak pernah
— atau tak mungkin lagi
kini dipunyai
makin dewasa kini
cerita kecil masa kecil
cuma bayang manis
semoga masih diceritakan kelak
pada anak dan cucu
berjalan dalam hujan pertama
aku mengalir dalam udara
cerah matahari dan daun-daun
bergetaran
di bingkai jendela
kulupakan berita dunia di lembaran warta
dan layar kaca
hujan
baru tiba sesaat tadi
tanah basah dan debu-debu kembali
ke asalnya:
Tuhan beserta semua
Anyer, 10-90
PERCAKAPAN DENGAN BURUNG
— Nyanyian bagi pepohonan Jl. Dago
ingin kuucap selamat tinggal
pada pohon-pohon
tapi burung-burung lebih bisa
merasakan kedukaan darah
yang merebak dari kulitnya yang tua
kita tak pernah kehilangan suasana
(bisa diciptakan kehijauan plastik
udara pegunungan,
suara serangga, dan kicauan burung)
kita tak pasti, juga ketika menyaksikan kesibukan pagi-pagi
burung-burung itu masih saja bernyanyi
“rumah kami lagi-lagi ditebangi
benarkah kami yang mesti pergi?”
(barangkali begitulah bunyi nyanyiannya)
hendak kukatakan pada burung-burung
: kami tak mengusir, saudaraku
rumah kian sempit
anak-anak bertambah, harta makin melimpah
keleluasaan sudah tak ada
(seperti mimpi, kita bayangkan pohon-pohon
dan kegagahan ranting-rantingnya)
tak begitu yakin, burung-burung itu masih juga
bernyanyi
“tapi kita tetap bersaudara,
seperti saat kapal Nuh mulai berlayar
dan kita, bersama-sama di dalamnya”
ingin sekali kujanjikan, saudaraku
tapi burung-burung telah jauh terbangnya
entah di mana kini rumahnya
Bandung, 90
Dua Kumpulan Sajak Ready Susanto (Versi Blog)
Monday, March 5, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment