Dua Kumpulan Sajak Ready Susanto (Versi Blog)

Sunday, March 4, 2007

BAGIAN II. SURAT-SURAT DARI DESA

Perjalanan 1

“aku ingin kita tak di sini sekarang,” katamu
“aku ingin perjalanan selalu”

menatap aspal yang dilindas gerimis
kau tersenyum
seperti langit putih bersih
aku tertegun dalam kantuk
rerimbunan teh yang hijau
dan asap rokok sopir kita
(ah ah ah, kau)
aku pun ingin perjalanan selalu

Bandung, 20-03-88


Perjalanan 3
— Mey

ketika kucatat hari-hari tanpa tanggal
peristiwa-peristiwa, dalam bingkai ukuran postcard
kusimpan dalam lembar-lembar yang
kian kuning karena usia

ketika aku membukanya satu-satu
dengan kegembiraan selalu
teringat kawan-kawan yang pernah
tertawa bersama
gadis-gadis yang pernah berjalan bersama
orang-orang berjasa
yang diam beku dalam himpitan
kertas-kertas tua

ketika
kau goreskan ujung payungmu di basah aspal
(karena, tadi hujan cukup lebat)
“janganlah terlalu sentimentil,” ujarmu
peristiwa-peristiwa itu lalu baur
dalam cahaya matamu yang indah
dan detak-detak sepatu di sampingku

PPU, 30-04-88


Perjalanan 4

— Malam Ciater

sebenarnya aku telah kehabisan kata
bersama larut dan lampu-lampu
yang enggan bicara
tapi kidung Sunda yang pelan kau nyanyikan
seperti angin membelai kudukku

aku takut jatuh hati, pada tanah Sunda
pada wajah-wajah ramah di sekeliling lingkaran
dan kegembiraan yang memancar di situ

dalam ucapan, kita telah kehilangan kata demi kata
kecuali nyanyian Sunda, kugumamkan tanpa ragu
seperti gerimis dan hawa dingin
yang mengelus tubuh kita

Ciater, 08-06-88




Perjalanan 5

— Rini


yang kutemukan selain ombak dan pasir

adalah jejak-jejak kita

di pasir basah

bergandengan menyusuri buih

lalu hilang di pelataran karang

bukankah kutemukan mata yang berbinar-binar
menatap kerang dan kulit lokan
yang katanya bagus untuk sebuah untaian kalung

mungkin telah kulupa kata Gibran

"air pasang bakal menghapus jejakku”

jejak kita

seperti buih yang pecah dan hilang

ketika digenggam di antara jemari


Pangandaran, 26-06-88





Perjalanan 6


suatu saat kelak, barangkali kita mesti hadir lagi di sini
di antara pokok teh, hijau rumput,
bunga-bunga biru,
batu-batu, pondok, keheningan danau

dan syair angin tengah
hari

suatu pagi kelak jika semua tinggal

samar-samar, dipilah waktu
hitungan kalender

masih bisakah tersenyum
“ini album dari hati yang paling dalam” (katamu)
bergambar siluet, pecahan matahari,
pantulan air, kayu bakar, kantuk
dan udara dingin yang menghangatkan

suatu hari kelak
bila warna-warna kabur
hanya harum rambut yang tinggal

Patengan, 10/11-12-88




Lagu Hijau


di sini pokok teh berlagu jua

sementara

dari kota sana seorang kawan bercerita

tentang gelagah-gelagah terbakar

dan panas yang kian menikam kepala


Citawa, 09-89





PeRcakapan Panen Padi

saat malam-malam panen padi

di sawah lampu-lampu menyala

petani-petani bekerja hingga lupa

kantuk dan sengatan serangga malam

nyamuk-nyamuk mengabut

tetapi panen bukan saatnya ditunda


besok masih ada hari lagi, Pak Tani!
ya, ya, ya

tapi, kini bukan saatnya suka-suk
a
dan lampu-lampu harus tetap menerangi

petak-petak sawah

di malam-malam panen seperti ini

mengapa pula, Pak Tani?
padi tak hendak pergi, tanah kita

surga petani

ya, ya, ya

hanya, kesempatan panen datang sekali

sawah bukan cuma milik kami

semusim lagi petani tak tanam padi

tapi tanam gedung tinggi


Banyusari, 08-90





Prelude

— bagi M

seperti sebuah kesedihan
atau cemburu yang berlebihan


Bandung, 02-90





Di Jalanan Desa


di jalanan desa
kita seolah asing pada

pematang sawah dan kesiur

daunan padi


seperti lupa membayangkan

waktu kanak berlarian

menangguk ikan di sana

sawah bekas panenan


ataukah kita sengaja menghapuskan

sebagian ingatan

tentang pematang dan

belut-belut di lubangnya?


di jalanan desa itu
dosa kita sungguh beralasan
jalan-jalan pematang kabarnya

sudah makin berkurang

gedung-gedung menelannya

seperti kita memakan padi

yang dihasilkannya


Banyusari, 05-07-90




Lagu Kanak-Kanak 1

bulan yang gelap
ia hidup bukan karena apa-apa
tapi Tuhan meniupkan ruh-Ny
a

suatu saat telah kukatakan

nenek tak perlu mendongeng lagi

aku sudah besar sebentar lagi

tak percaya bulan yang hidup

dan kakek-kakek yang duduk berzikir

sepanjang waktu


Bandung
, 90




Lagu Kanak-Kanak 2


cerita yang sempat kucatat

adalah kisah manusia

yang menjelma menjadi harimau

dan tak sempat kembal
i
karena kutuk ibunya


cinta sudah langka, entah benar

entah tidak, aku lupa

(cuma sepatah-sepatah yang dikatakan

sahabat yang gemar memancing di tepi Musi

dengan umpan belalang)


kisah yang kucatat, doa ibu
jangan terlalu jauh berlayar ke tengah sungai

agar tak hanyut dan jadi manusia ikan

yang tak bisa kembali


Bandung
, 90




Lagu Kanak-Kanak 3

perahu yang bertumbukan di tengah
aliran air malam tanpa lentera

pernah orang-orang begitu takutnya pada

cerita hantu-hantu di lubuk

yang rambutnya panjang dan

cuma kepalanya mengapung

rambutnya hitam seperti

usus yang terburai-burai


perahu yang berlayar malam

tanpa petunjuk arah

hantu-hantu membawanya bertumbukan

Bandung, 90




Lagu Kanak-Kanak 4

tentang asap yang menyembur
dari kubur orang yang durhaka

kudengar dari cerita-cerita

waktu senja di sebua
h
kuburan desa


kalaupun asap yang jadi-jadian
menyembur ke atas langit dan mengelana
menjelma hujan
ia tentu saja hujan yang buruk rupa
karena langit tak merestuinya


kalau asap yang menyembur

jatuh di para-para

ia akan jadi seonggok daun

yang kering lusuh

dan tak kentara


tentang asap yang menyembur

dari kubur orang mati

suatu ketika datang di sini

pada suatu malam dan menjelma

seonggok kertas bertuliskan

catatan dosa-dosa

Bandung, 90




Putri Danau

dalam kabut pagi atau gelap senja hari
sesekali orang menatap sang dewi

wajahnya bersinar sekejap

lalu lenyap dalam air yang gelap

(permukaan danau tetap menghitam
seperti cerita dongeng yang tak terbuktikan

hanya ingin membawa pesan pohon-pohon

yang telah tegak sekian lama

“Rengganis namanya, putri kerajaan Pajajaran”)

dalam cerah udara dan sinar matahari
daun teh berkilau karena embun di atasnya

seringkali orang menyaksikan perahu-perahu plastik

berbentuk angsa

dengan penumpang-penumpang yang tertawa

(ada putri cantik di antara mereka
murung dan tak bercahaya

tampaknya ia menanggung duka

sudah sekian ribu perputaran bumi)

p
ermukaan danau tetap menyimpan
kerinduan sang putri, dendam para kesatria

cerita-cerita tak tertuliskan

hanya diucapkan, turunan demi turunan

sebagai kata penghantar malam

(ada seorang putri duduk di batu
pinggiran danau

wajahnya tak bahagia

sayup-sayup, menerobos bilik dan udara malam

seorang kakek mendongengkan

“ada seorang putri....”)

Bandung, 91




Surat Kesunyian

— bagi Yun Ts.

kesunyian ini, kekasih
taman eden yang permai
(bila kita tak juga bercakap

cuma bertatapan

dalam kegamangan dan pengertian

yang tak terucapkan)

cinta mulanya: kesunyian ini
lalu ikrar yang suci
“kupasrahkan rusukku demi engkau,

kekasih”

dan Tuhan meniupkan: jadilah!

maka jadilah

(saat itu, aku mungkin mimpi bulan

jatuh di pangkuan,

dan kukenal itu, kesunyian taman

yang menyejukkan)

begitulah, kekasih
bila kita tak mampu juga bercakap

biarkan saja kegamangan,

menjadi pengertian tak diucapkan.

Dalam taman itu: kesunyian


Bandung
, 91





Yang Terlupakan*)

— teringat Lilis, Edah, Rina

ingat ketika menyanyikan
: yang terlupakan
di sisi pantai, ombak berdebur

gelap hampir-hampir pekat

kenyataan indah, sahabat
seperti kenangan yang dibicarakan

di hari-hari kemudian

atau seperti kini

dalam ruang padat kesibukan

nyatanya kenangan bisa membekukan

begitu saja menghadirkan diri

kenyataan tak bisa dibuang, sayang
seperti kita diberi kenangan

suatu ketika saat melagukan

: yang terlupakan

Jakarta, 29-04-92

*) Dari judul lagu karya Iwan Fals




Gadis Bermuka Bulan

— tentang gadis kekasihku


gadis bermuka bulan

dan kegenitan bunga liar dalam senyumnya

dalam matanya adalah kekuatan

: hidup adalah keindahan masa sekarang

dan harapan-harapan akan datang


gadis bermuka bulan

ia menerawang

: biarkan waktu berlarian, lenyap

di belakang

biarkan peristiwa lalu dalam catatan

berjalanlah menuju bahagia

(ya, selalu kita percaya

yang akan Ia berikan)


Bandung
, 23-05-91/21-11-92



No comments: